Ekspedisi
Nusantara Jaya (ENJ), merupakan kegiatan yang dicanangkan oleh Kementerian Koordinasi
Bidang Kemaritiman Republik Indonesia yang diikuti oleh para pemuda dan
mahasiswa setelah diseleksi untuk
ditempatkan di garis luar kepulauan di Indonesia. Tujuan kegiatan ini adalah
untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat di wilayah pesisir Indonesia
dengan dukungan penuh sesuai dengan visi presiden yaitu mewujudkan Indonesia
sebagai poros maritim dunia. Ialah Fildzah Kharisma NH (23 tahun), menjadi
satu-satunya anak muda dari Tegal yang terpilih melalui seleksi dan menjadi
bagian dari tim Ekspedisi Nusantara Jaya. Ia bersama 19 rekannya yang terpilih dari
berbagai daerah di Indonesia mengambil lokasi pengabdian di Pulau Sailus Kecil,
Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep),
Provinsi Sulawesi Selatan.
Perjalanan
menuju Pulau Sailus Kecil membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses
pemberangkatan tim Ekspedisi Nusantara Jaya koridor NTB dimulai dari Meet Point
Mataram pada tanggal 17 September 2017 hingga menuju ke Pelabuhan Bima untuk
melakukan upacara pelepasan oleh perwakilan pemerintah setempat di NTB.
Perjalanan dimulai menggunakan Kapal Perintis ENTEBE EXPRESS yang membutuhkan
waktu sekitar 17 jam untuk dapat sampai di Pulau Sailus Besar. Perjalanan
diakhiri dengan menggunakan kapal nelayan dari Pulau Sailus Besar menuju Pulau
Sailus Kecil yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Tim ENJ sampai di Pulau
Sailus Kecil pada tanggal 19 September 2017. Secara administratif, Pulau Sailus
Kecil termasuk bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan, namun secara geografis,
Pulau Sailus Kecil lebih dekat jika berlayar dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pengabdian
yang berlangsung selama 10 hari ini berlandaskan pada 4 divisi, yaitu divisi
kesehatan, divisi lingkungan, divisi pendidikan dan divisi ekonomi kreatif.
Fildzah, selaku koordinator dari divisi ekonomi kreatif memaparkan kondisi
masyarakat di Pulau Sailus Kecil yang masih jauh dari sentuhan teknologi dan
modernisasi. Pulau Sailus Kecil, hanya memiliki satu desa, yaitu Desa Poleonro,
yang terdiri dari 8 Rukun Tetangga dan memiliki sekitar 1200 jiwa. Garis
perekonomian masyarakat Desa Poleonro hanya berpangku pada profesi sebagai
nelayan. Pulau Sailus Kecil sendiri
dihuni oleh beberapa macam suku, yaitu Suku Mandar, Suku Bajau dan Suku Madura.
Suku asli dari Pulau Sailus Kecil sendiri yaitu Suku Mandar, selebihnya adalah
pendatang yang pada akhirnya menetap di Pulau Sailus Kecil. Karena minimnya
tenaga pendidik dan fasilitas yang kurang memadai, Desa Poleonro hanya memiliki
satu Sekolah Dasar, yaitu SD 16 Sailus Kecil dengan jumlah sekitar 150 siswa
dan satu Sekolah Menengah Pertama Satu Atap yang berjumlah 46 siswa. Tenaga
pendidik SMP hanya berjumlah 4 orang beserta Kepala Sekolah. Menurut Ibu
Fatimah, sebagai salah satu guru di SD 16 Pulau Sailus Kecil, masih adanya
keterbatasan siswa – siswi dalam memahami bahasa Indonesia. Jika ingin
melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, mereka harus menyekolahkan anaknya ke pulau
tetangga yaitu Sailus Besar ataupun ke Makassar.
Dilirik
dari sisi perekonomian, untuk sekedar menjajakan hasil buminya maupun belanja
kebutuhan hariannya, mereka harus menunggu kedatangan kapal perintis yang
jadwalnya sekitar 8 hari sekali. Biasanya mereka menjualnya ke pasar di Sumbawa
ataupun Bima. Bapak Irwan, selaku Kepala Desa Poleonro mengatakan bahwa
masyarakat Desa Poleonro masih minim pengetahuan dan informasi terkait
pengolahan sumber daya alamnya. Sehingga, mereka hanya dapat menjual mentah
hasil buminya seperti ikan, kacang hijau dan kelapa. Desa Poleonro pun tidak
memiliki tenaga ahli kesehatan, dan hanya mengandalkan dukun bayi. Adapun
perawat atau tenaga kesehatan lainnya, hanya sesekali datang karena harus
singgah dari pulau ke pulau. Selain itu, pulau yang masih sangat asri ini masih
belum terjangkau sinyal telefon maupun internet. Dalam memenuhi kebutuhan
listrik hariannya, masyarakat Desa Poleonro mengandalkan panel surya yang hanya
dapat menerangi Desa Poleonro pukul 7 hingga 12 malam. Ketersediaan air bersih dan air tawar pun
masih sangat minim, karena dalam memenuhi dan melakukan aktifitas hariannya,
air tawar hanya digunakan untuk minum dan memasak saja, pun dengan jumlah yang
terbatas.
Sulitnya
tim ENJ mengakses informasi tentang Pulau Sailus Kecil tidak menjadikan mereka
berkecil hati untuk terus mengabdi. Namun, siapa sangka keramahan masyarakat
Desa Poleonro membuat tim ENJ mulus dalam menyalurkan beberapa programnya.
Berangkat dari latar belakang anggota yang beraneka macam seperti, pertanian,
kelautan, kedokteran dan ilmu kesehatan, pendidikan, kepariwisataan dan
beberapa konsentrasi studi lainnya, tim ENJ mengemas programnya berupa bhakti
sosial, donasi pakaian layak pakai, pembuatan taman baca dan perpustakaan,
sosialisasi rajin menabung, sosialisasi kewirausahaan, sosialisasi GenRe,
pembedayaan PKK, Cek Kesehatan Gratis, perbaikan lingkungan dan sanitasi, penguatan
perekonomian dan pengolahan sumber daya serta mengeksplore Pulau Sailus Kecil
sebagai daya tarik wisatawan.
Penutupan
program berlangsung secara sederhana dan disambut hangat oleh seluruh warga
masyarakat Desa Poleonro dengan mengadakan tasyakuran. Tim ENJ pun disuguhkan
tarian-tarian adat serta lagu-lagu khas Pulau Sailus Kecil, seperti
Tengga-Tengga Lopi, Dodema, Tola-Tola Menya serta Potong Padi. Acara penutupan
dan perpisahan yang berlangsung khidmat pun sangat diresapi oleh teman-teman
ENJ dan masyarakat Desa Poleonro sebagai rasa syukur dan ucapan terimakasih
atas kedatangan tim ENJ ke Pulau Sailus Kecil. Tim ENJ kembali pulang ke daerah
masing – masing dan lepas dari Pulau Sailus Kecil pada tanggal 29 September
2017 menggunakan Kapal Perintis Papua 2.
Sebagai
tindak lanjut dari pengabdian ini, Fildzah beserta 19 rekannya dari berbagai
daerah di Indonesia yang tergabung dalam satu tim ekspedisi memiliki tekad
untuk terus berjuang bersama membangun negeri sebagai salah satu jembatan
kepada pemerintah. Besar harapan mereka bahwa melalui program ini, dapat
membantu pemerintah agar lebih memperhatikan kondisi masyarakat Indonesia di
perbatasan, khususnya di Pulau Sailus Kecil. Hingga saat ini, donasi masih
terus dilakukan untuk dapat disalurkan ke masyarakat di Pulau Sailus Kecil
seperti pakaian layak pakai, buku-buku bacaan serta obat-obatan.
“Mewujudkan
poros maritim dunia tidak semudah membalikkan telapak tangan, diperlukan kerja
keras, pengorbanan dan keikhlasan yang tiada akhir. Sekecil kebaikan, selamanya
terkenang. Teruslah semangat untuk membangun negeri, para generasi penerus
bangsa !” Pungkasnya.