Melihat Indonesia lebih dekat dalam Lensa Ekpedisi Nusantara Jaya

by - Oktober 02, 2017


Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ), merupakan kegiatan yang dicanangkan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman Republik Indonesia yang diikuti oleh para pemuda dan mahasiswa setelah diseleksi  untuk ditempatkan di garis luar kepulauan di Indonesia. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat di wilayah pesisir Indonesia dengan dukungan penuh sesuai dengan visi presiden yaitu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Ialah Fildzah Kharisma NH (23 tahun), menjadi satu-satunya anak muda dari Tegal yang terpilih melalui seleksi dan menjadi bagian dari tim Ekspedisi Nusantara Jaya. Ia bersama 19 rekannya yang terpilih dari berbagai daerah di Indonesia mengambil lokasi pengabdian di Pulau Sailus Kecil, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan.




                Perjalanan menuju Pulau Sailus Kecil membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses pemberangkatan tim Ekspedisi Nusantara Jaya koridor NTB dimulai dari Meet Point Mataram pada tanggal 17 September 2017 hingga menuju ke Pelabuhan Bima untuk melakukan upacara pelepasan oleh perwakilan pemerintah setempat di NTB. Perjalanan dimulai menggunakan Kapal Perintis ENTEBE EXPRESS yang membutuhkan waktu sekitar 17 jam untuk dapat sampai di Pulau Sailus Besar. Perjalanan diakhiri dengan menggunakan kapal nelayan dari Pulau Sailus Besar menuju Pulau Sailus Kecil yang membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Tim ENJ sampai di Pulau Sailus Kecil pada tanggal 19 September 2017. Secara administratif, Pulau Sailus Kecil termasuk bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan, namun secara geografis, Pulau Sailus Kecil lebih dekat jika berlayar dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.



                Pengabdian yang berlangsung selama 10 hari ini berlandaskan pada 4 divisi, yaitu divisi kesehatan, divisi lingkungan, divisi pendidikan dan divisi ekonomi kreatif. Fildzah, selaku koordinator dari divisi ekonomi kreatif memaparkan kondisi masyarakat di Pulau Sailus Kecil yang masih jauh dari sentuhan teknologi dan modernisasi. Pulau Sailus Kecil, hanya memiliki satu desa, yaitu Desa Poleonro, yang terdiri dari 8 Rukun Tetangga dan memiliki sekitar 1200 jiwa. Garis perekonomian masyarakat Desa Poleonro hanya berpangku pada profesi sebagai nelayan.  Pulau Sailus Kecil sendiri dihuni oleh beberapa macam suku, yaitu Suku Mandar, Suku Bajau dan Suku Madura. Suku asli dari Pulau Sailus Kecil sendiri yaitu Suku Mandar, selebihnya adalah pendatang yang pada akhirnya menetap di Pulau Sailus Kecil. Karena minimnya tenaga pendidik dan fasilitas yang kurang memadai, Desa Poleonro hanya memiliki satu Sekolah Dasar, yaitu SD 16 Sailus Kecil dengan jumlah sekitar 150 siswa dan satu Sekolah Menengah Pertama Satu Atap yang berjumlah 46 siswa. Tenaga pendidik SMP hanya berjumlah 4 orang beserta Kepala Sekolah. Menurut Ibu Fatimah, sebagai salah satu guru di SD 16 Pulau Sailus Kecil, masih adanya keterbatasan siswa – siswi dalam memahami bahasa Indonesia. Jika ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, mereka harus menyekolahkan anaknya ke pulau tetangga yaitu Sailus Besar ataupun ke Makassar.





                Dilirik dari sisi perekonomian, untuk sekedar menjajakan hasil buminya maupun belanja kebutuhan hariannya, mereka harus menunggu kedatangan kapal perintis yang jadwalnya sekitar 8 hari sekali. Biasanya mereka menjualnya ke pasar di Sumbawa ataupun Bima. Bapak Irwan, selaku Kepala Desa Poleonro mengatakan bahwa masyarakat Desa Poleonro masih minim pengetahuan dan informasi terkait pengolahan sumber daya alamnya. Sehingga, mereka hanya dapat menjual mentah hasil buminya seperti ikan, kacang hijau dan kelapa. Desa Poleonro pun tidak memiliki tenaga ahli kesehatan, dan hanya mengandalkan dukun bayi. Adapun perawat atau tenaga kesehatan lainnya, hanya sesekali datang karena harus singgah dari pulau ke pulau. Selain itu, pulau yang masih sangat asri ini masih belum terjangkau sinyal telefon maupun internet. Dalam memenuhi kebutuhan listrik hariannya, masyarakat Desa Poleonro mengandalkan panel surya yang hanya dapat menerangi Desa Poleonro pukul 7 hingga 12 malam.  Ketersediaan air bersih dan air tawar pun masih sangat minim, karena dalam memenuhi dan melakukan aktifitas hariannya, air tawar hanya digunakan untuk minum dan memasak saja, pun dengan jumlah yang terbatas.
                Sulitnya tim ENJ mengakses informasi tentang Pulau Sailus Kecil tidak menjadikan mereka berkecil hati untuk terus mengabdi. Namun, siapa sangka keramahan masyarakat Desa Poleonro membuat tim ENJ mulus dalam menyalurkan beberapa programnya. Berangkat dari latar belakang anggota yang beraneka macam seperti, pertanian, kelautan, kedokteran dan ilmu kesehatan, pendidikan, kepariwisataan dan beberapa konsentrasi studi lainnya, tim ENJ mengemas programnya berupa bhakti sosial, donasi pakaian layak pakai, pembuatan taman baca dan perpustakaan, sosialisasi rajin menabung, sosialisasi kewirausahaan, sosialisasi GenRe, pembedayaan PKK, Cek Kesehatan Gratis, perbaikan lingkungan dan sanitasi, penguatan perekonomian dan pengolahan sumber daya serta mengeksplore Pulau Sailus Kecil sebagai daya tarik wisatawan.




                Penutupan program berlangsung secara sederhana dan disambut hangat oleh seluruh warga masyarakat Desa Poleonro dengan mengadakan tasyakuran. Tim ENJ pun disuguhkan tarian-tarian adat serta lagu-lagu khas Pulau Sailus Kecil, seperti Tengga-Tengga Lopi, Dodema, Tola-Tola Menya serta Potong Padi. Acara penutupan dan perpisahan yang berlangsung khidmat pun sangat diresapi oleh teman-teman ENJ dan masyarakat Desa Poleonro sebagai rasa syukur dan ucapan terimakasih atas kedatangan tim ENJ ke Pulau Sailus Kecil. Tim ENJ kembali pulang ke daerah masing – masing dan lepas dari Pulau Sailus Kecil pada tanggal 29 September 2017 menggunakan Kapal Perintis Papua 2.



                Sebagai tindak lanjut dari pengabdian ini, Fildzah beserta 19 rekannya dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam satu tim ekspedisi memiliki tekad untuk terus berjuang bersama membangun negeri sebagai salah satu jembatan kepada pemerintah. Besar harapan mereka bahwa melalui program ini, dapat membantu pemerintah agar lebih memperhatikan kondisi masyarakat Indonesia di perbatasan, khususnya di Pulau Sailus Kecil. Hingga saat ini, donasi masih terus dilakukan untuk dapat disalurkan ke masyarakat di Pulau Sailus Kecil seperti pakaian layak pakai, buku-buku bacaan serta obat-obatan.
                “Mewujudkan poros maritim dunia tidak semudah membalikkan telapak tangan, diperlukan kerja keras, pengorbanan dan keikhlasan yang tiada akhir. Sekecil kebaikan, selamanya terkenang. Teruslah semangat untuk membangun negeri, para generasi penerus bangsa !” Pungkasnya.

You May Also Like

0 komentar