Pengalamanku “Injury Time” dengan Gunung di Indonesia

by - April 21, 2019


Gunung Kelud
Gunung Kelud meletus pada tanggal 13 Februari 2014, bertepatan dengan saat aku melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Kota Batu – Jawa Timur selama 1 bulan. Tidak ada tanda – tanda sebelumnya, namun ketika subuh kala itu, aku dibangunkan temanku yang juga satu kost denganku dan mengatakan bahwa Gunung Kelud meletus. Aku berusaha tenang, aku buka handphone ku pun tidak ada sinyal. Karena posisi kami terpencar, beberapa temanku mengambil tempat PKL di Kediri – FYI, tempat PKL ditentukan oleh pilihan sendiri dari mahasiswa/i –, (sebulan sebelumnya aku telah survey ke Balitjestro bersama kakak-kakak angkatanku di himpunan). Aku baru bisa menghubungi temanku di Kediri setelah agak siang karena sedari pagi sinyal/komunikasi terhalang, sehingga saat siang hari aku hubungi mereka, dan ternyata mereka di evakuasi. Orang tua dan keluargaku pun menanyakan kabarku dan begitu khawatir, karena abu vulkanik dari Gunung Kelud cukup luas hingga ke Provinsi Jawa Tengah. Beberapa hari sempat mengalami “kegelapan” sehingga kami khususnya aku yang melakukan penelitian di perkebunan belum dapat melanjutkan researchku. Meski tiap hari selalu diberi pemandangan indah secara gratis, bisa menatap indahnya Semeru dan beberapa gunung lain di sekitarnya dari lantai 2 kost, beberapa kali melihat pelangi di kebun, merasakan dinginnya Kota Batu tiap malam, tiap hari mandi air hangat, berwisata petik tanaman, wisata ke BNS dan Jatim Park, ah seru !!

source : merdeka.com

Btw, aku mengambil topik “penyakit dan cara penanggulangannya pada tanaman anggur”, dan salah satu penyakitnya adalah embun tepung. Embun tepung tersebut berarna putih yang menempel di daun – daun tanaman anggur. Beberapa hari sebelum terjadi letusan, aku membuat beberapa “ramuan” atas hasil konsultasi dengan pembimbingku di kampus dan di Balitjestro. So, you can imagine guys after that? semua tanaman anggur yang ku teliti di kebun seluas itu terkena abu vulkanik, dan aku tidak bisa membedakan mana yang embun tepung dan mana yang abu vulkanik wkwkkw.. But, so far, I say thanks to God, on saving me well until back home and back to university, I’ll remember all the kindness of my family in Batu City, Kediri, Probolinggo, Malang, all Balitjestro’s staff.  SEMOGA SUATU SAAT KITA BISA BERTEMU KEMBALI. SEMUA SANGAT BERKESAN.


Gunung Slamet
Belum ada 1 tahun dari kepulanganku dari Kota Batu, dan masih teringat peristiwa Gunung Kelud meletus, pada bulan Agustus – September 2014 aku melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bersama teman – teman se universitas yang diacak random (aku punya banyak teman baru hehehe) dan finally aku dapat tempat KKN di Desa Sikapat, desa yang terletak di bawah kaki Gunung Slamet. Hari demi hari dilalui begitu asik karena banyak teman baru yang berbagai macam karakternya, dengan ibu kost yang sangat baik, dengan warga sekitar yang begitu sederhana dalam menjalani hari – harinya untuk bertumpu pada alam. Jadi uniknya, hampir seluruh mayarakat di Desa Sikapat berprofesi sebagai penderes. You know what ? Penderes itu adalah orang yang mengambil nira dari pohon kelapa untuk dijadikan gula merah. Nah !! That’s why we there. Apalagi aku dari pertanian, maka diberikan tugas khusus lah oleh dosen pembimbing KKN, untuk meneliti gula kelapa tersebut, dan menghimbau serta mengedukasi warga untuk tidak menggunakan obat kimia pada nira yang telah diambil. Ada keunikan disini, syarat untuk dapat menikahi anak orang adalah jika laki – laki tersebut sudah bisa memanjat pohon kelapa dan bisa menderes kelapa !, OMG, pantas saja beberapa kali aku discuss dengan para penderes kok masih muda – muda. Hmm.. Tapi yang sudah menjadi adat, biarlah mengalir begitu adanya. Aku fokus pada penelitian gula dari para penderes. Ohya, KKN ku sempat dijeda karena KKN dilaksanakan pada bulan puasa, dijeda lebaran kemudian setelah lebaran lanjut KKN kembali, sehingga setiap hari merasakan buka puasa dan sahur bersama teman – teman KKN dan warga Desa Sikapat. 

source : merdeka.com

Hari demi hari terlewati, aku fokus dengan ikut para penderes berangkat kerja, belajar naik pohon kelapa, wkwk.. dan terus menerus edukasi dari rumah satu ke rumah lainnya untuk mengecek dan memastikan bahwa para penderes sudah berhenti menggunakan bahan kimia dalam campuran nira, dan menggantinya dengan bahan alami. Sebenarnya kami tahu bahwa status Gunung Slamet saat itu sudah di level waspada, dan plang “JALUR EVAKUASI” pun sudah ditancapkan pada sepanjang jalan bahwa menjadi proker dari teman – teman yang KKN dari desa lain yang berfokus pada geologi/kebumian. Selain proker yang fokus pada gula, kami juga fokus pada pembuatan tungku. Saat uji coba tungku, beberapa kali mengalami dentuman dan tungkunya pun bergejolak, namun hal yang ku ingat sampai saat ini adalah ucapan beberapa warga saat kami panik, mereka mengatakan “sing tenang mas mba, ndakpapa, sudah terbiasa begini....banyakin doa, Slamet lagi batuk”. Aku berusaha meresapi dan merasakan ketenangan yang disalurkan oleh masyarakat Desa Sikapat, walaupun kami juga sudah siap jika di evakuasi. Tapi KKN terus lanjut hingga akhirnya kami EXPO di Alun – Alun Banyumas dengan mempromosikan produk kami dan masyarakat Desa Sikapat dengan nama produk “GULA KRISTAL SIKAPAT”, ah begitu mengesankan, hingga akhirnya kami tiba pada hari perpisahan. Finally, I hate the farewell ! Mengapa setiap pertemuan pasti harus ada perpisahan, tapi begitulah hukum alam. I say thanks so much untuk semua kenangan yang tak terlupakan, keakraban, kekeluargaan, dan tetap sama dengan saat di Kota Batu, SEMOGA SUATU SAAT KITA BISA BERTEMU KEMBALI, TEMAN – TEMAN KKN DESA SIKAPAT DAN MASYARAKAT DESA SIKAPAT, LOVE YOU ALL.


 Gunung Agung
Pada tahun 2017, Gunung Agung – Bali mengalami erupsi. Kepulanganku dari Pulau Sailus, aku kembali lagi ke Lombok beberapa hari sebelum pulang ke Jakarta dan Tegal. Malam sebelum pulang sebenarnya masih ragu, lanjut sehari lagi di Lombok, atau langsung pulang. Akupun ragu, ambil rute penerbangan Lombok – Jakarta, atau Lombok – Surabaya, karena kebetulan aku diajak mampir ke Surabaya oleh teman – temanku area Jawa Timur. Padahal Kak Ayu Silvi sudah menunggu di Jakarta, namun memang sebenarnya jadwal kepulangan dari Pulau sempat mengalami perpanjangan karena jadwal kedatangan kapal yang menjemput kami terlambat datang beberapa hari. Saat kami di pulau, tidak ada sinyal, tidak ada listrik, jadi saat terlambat pulang pun kami tidak bisa menghubungi siapapun diluar kehidupan kami di Pulau Sailus. Hehe.. I’m sorry kak, karena telat pulang L  Akhirnya daripada balik Jakarta sendirian, hmmm.. yasudah aku putuskan ambil rute Lombok – Surabaya. Because, temanku, Azizah, juga di Pulau Sailus, berangkat bersamaku namun dia di Pulau Sailus Besar, sedangkan aku di Pulau Sailus Kecil, sementara sebelum berpisah di Pulau waktu itu, Azizah sempat menyampaikan bahwa sepertinya dia bakal balik lebih dulu karena dia sedang studi lanjut S2 dan dia harus berangkat ke Bogor untuk bimbingan/kuliah. Yah bener deh, saat aku masih di Kapal perjalanan pulang dari Pulau ke Lombok, dan sempat dapat sinyal walau naik turun, masuklah SMS dari Azizah kalau dia sudah safe di Jakarta, hwaaa kangen ! Finally ku bisa menyapa duniaaaaa setelah sekian lama tenggelam di pulau tanpa kabar apapun. 

source: suarapubliknews.net

Yhaaa, back to the topic, hingga akhirnya sampai di Bandara LOP dan you know what happen ? ya delay because of Mountain Agung was eruption. Aku langsung keinget film ILY From 3000 Mdpl, mana momennya sama kan di Lombok. But, finally, alhamdulillah Allah masih terus melindungi hingga kami sampai di Bandara Juanda dengan selamat. Dan sampai detik ini, semua pengalaman dan kisah di Pulau Sailus sangat berkesan, dengan seluruh teman – teman dari berbagai macam provinsi, hidup tinggal satu rumah, cari ikan di pantai, tiap sore lihat senja, bercengkrama dengan kesederhanaan, dan keluarga di Pulau Sailus. Ya Allah, I miss them all so much ! PENGIN KETEMU LAGI !

You May Also Like

0 komentar