Kami dan Teh

by - Februari 07, 2013



Aku dan keluarga mempunyai kebiasaan unik. Ini yang membuatku selalu rindu ketika berada di perantauan. Yap, NGETEH. Alias minum teh bersama. Kami selalu melakukannya di pagi hari dan sore hari sembari mendengarkan alunan nada dari radio. Teh, wanginya yang selalu membuatku ingin terus menikmatinya. Kebiasaan kami, dari dulu setiap pagi kami duduk bersama minum teh sebelum pergi bekerja dan sekolah, sembari menunggu makan pagi yang diiringi dengan alunan syahdu yang bernuansa semangat.
Nah, saat sore hari, ini moment yang paling kusuka, sekira pukul 16.30 – 18.00 kami duduk mengeteh bersama di teras, sambil bercengkrama dengan tetangga. Itu adalah moment yang sangat bernilai bagiku. Mungkin terlihat sangat sederhana, ya memang. Tapi nilai kebersamaannya, subhanallah. Dan itu belum lengkap kalau tidak ada teh. Selama ngeteh kami menikmati senja bersama iringan nada yang mengalun, yang menganyam membalut hati. Terkadang, bapakku kirim – kirim salam lewat radio kesayangannya itu. Dan, itu belum lengkap. Ada satu lagi kebiasaan kami. Setelah makan malam, kami menikmati angin malam yang kutahu itu dingin namun perlahan mendesir mengalun kalbu seiring musik barat yang terus menemani, semisal Richie dengan “hello” nya, Chantal Kreviazuk dengan “Leaving on a Jetplane”nya dan musik klasik lainnya. Yap, tentu saja, karena ini adalah musik – musik favorit aku dan bapaku. Bahkan beliau yang mengenalkan padaku. Masih berbicara tentang kenikmatan teh, entah kenapa bagiku teh buatan ibu selalu nikmat, rasa dan aromanya berbeda ketika aku minum di tempat lain. Seduhan teh, gula dan airnya begitu pas, nikmat sekali. Kami menyebutnya dengan ‘wasgitel’ (wangi, panas, sepet, legi lan kenthel). Wangi melatinya yang begitu merindukan. Bahkan acapkali aku pulang ke kampung halaman, belum sampai rumah, jejeran pabrik teh selalu menyambutku dengan aroma melati yang khas.
Mari ngeteh :))





You May Also Like

0 komentar